About Me

header ads

MAKALAH : AKSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pendidikan sebagai ilmu bersifat multidimensional baik dari segi filsafat (epistemologis, aksiologis, dan ontologis) maupun secara ilmiah. Teori yang dianut dalam sebuah praktek pendidikan sangat penting, karena pendidikan menyangkut pembentukan generasi dan semestinya harus dapat dipertanggungjawabkan.

Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai bagi peserta didik dan pendidik, sehingga unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan dapat menghayati nilai-nilai agar mampu menata perilaku serta pribadi sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, dalam wacana keindonesiaan pendidikan semestinya berakar dari konteks budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia, dan untuk kebutuhan masyarakat Indonesia yang terus berubah, hal ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral.

Berbicara tentang landasan filosofis pendidikan berarti berkenaan dengan tujuan filosofis suatu praktik pendidikan sebagai sebuah ilmu. Oleh karena itu, kajian yang dapat dilakukan untuk memahami landasan filosofis pendidikan adalah dengan menggunakan pendekatan filsafat ilmu yang meliputi tiga bidang kajian yaitu ontologi, epistimologi dan aksiologi.

Berdasarkan latar belakang ini penulis mencoba untuk memaparkan tentang “Aksiologi Dalam Pendidikan”.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi
Pengertian aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa yunani "axios" yang berarti bermanfaat dan “logos” berarti ilmu pengetahuan atau ajaran (Salim, 1986:53). Secara istilah, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan (Kattsoff, 1992:327). Sedangkan Sarwan (1984:22) menyatakan bahwa aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan kebenaran). Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi dari nilai-nilai etika dan estetika. Dengan kata lain, apakah yang baik atau bagus itu.

Definisi lain mengatakan bahwa aksiologi adalah suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan menjaganya, membinanya di dalam kepribadian peserta didik.1

Jadi Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.

Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :
  1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
  2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
  3. Socio-politcal life, yaitu kehidupan social politik, yangakan melahirkan filsafat social politik.
Dalam Encyslopedia of philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation :
  1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
  2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
  3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan estetika.

B. Aksiologi Dalam Pendidikan
Telah dijelaskan pada tulisan sebelumnya bahwa aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan atau studi tentang hakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai. Penerapan aksiologi sebagai nilai-nilai dalam dunia pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut:
  1. Aliran filsafat progressivisme
  2. Aliran ini telah memberikan sumbangan yang besar terhadap dunia pendidikan karena meletakkan dasar-dasar kemerdekaan, dan kebebasan kepada anak didik, (Hamdani, 1993:146). Oleh karena itu, filsafat ini tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab pendidikan otoriter akan mematikan potensi pebelajar untuk mengembangkan potensinya.

    Untuk itu pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru yang memberikan warna dan corak dari kreasi yang dihasilkan dari situasi yang tercipta secara edukatif.

    Setiap pelajar mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang dimilikinya yang berbeda dengan makhluk-makhluk lain. Potensi tersebut bersifat kreatif dan dinamis untuk memecahkan problema-problema yang dihadapinya.

    Sekolah yang ideal adalah sekolah yang pelaksanaan pendidikannya terintegrasi dengan lingkungannya. Sekolah adalah bagian dari masyarakat, sehingga harus diupayakan pelestarian karakteristik lingkungan sekolah atau daerah tempat sekolah itu berada dengan prinsip learning by doing (belajar dengan berbuat). Tegasnya, sekolah bukan hanya berfungsi sebagai transfer of knowledge (pemindahan pengetahuan), melainkan juga sebagai transfer of value (pendidikan nilai-nilai) sehingga anak menjadi terampil dan berintelektual.

  3. Aliran essensialisme
  4. Aliran ini berpandangan bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai budaya yang telah ada sejak awal peradaban manusia. Kebudayaan yang diwariskan kepada kita telah teruji oleh seluruh zaman, kondisi, dan sejarah. Kesalahan kebudayaan modern sekarang menurut aliran ini ialah cenderung menyimpang dari nilai-nilai yang diwariskan itu (Sahabuddin, 1997:191).

    Esessialisme memandang bahwa seorang pebelajar memulai proses pendidikannya dengan memahami dirinya sendiri, kemudian bergerak keluar untuk memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju makrokosmos. Dengan landasan pemikiran tersebut, maka belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada dirinya sendiri.

  5. Aliran perenialisme
  6. Aliran ini berpandangan bahwa pendidikan sangat dipengaruhi oleh pandangan tokoh-tokoh seperti Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Menurut Plato manusia secara kodrati memiliki tiga potensi yaitu nafsu, kemauan, dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi. Sedangkan Aristoteles lebih menekankan pada dunia kenyataan. Tujuan pendidikan adalah kebahagian untuk mencapai tujuan itu, maka aspek jasmani, emosi dan intelektual harus dikembangkan secara seimbang.

    Menurut Robert Hutchkins dalam (Jalaluddin, 1997:96) bahwa manusia adalah animal rasionale, maka tujuan pendidikan adalah mengembangkan akal budi agar seseorang dapat hidup penuh kebijaksanaan demi kebaikan hidup itu sendiri.

  7. Aliran rekonstruksionisme
  8. Aliran ingin merombak kebudayaan lama dan membangun kebudayaan baru melalui lembaga dan proses pendidikan. Perubahan ini dapat terwujud bila melalui usaha kerja sama semua umat manusia atau bangsa-bangsa. Masa depan umat manusia adalah suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh suatu golongan. Cita-cita demokrasi yang sebenarnya bukan hanya dalam teori melainkan harus menjadi kenyataan, dan terlaksana dalam praktik. Hanya dengan demikian dapat pula diwujudkan satu dunia yang dengan potensi-potensi teknologi mampu meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, dan jaminan hukum bagi masyarakat, tanpa membedakan warna kulit, nasionalitas, kepercayaan, dan agama. (Sahabuddin, 1987:194).
Pendidikan bertujuan untuk mewariskan nilai-nilai yang dipandang penting untuk pembinaan kepribadian seseorang. Implikasi dan nilai-nilai (aksiologi) di dalam pendidikan harus diintegrasikan secara utuh dalam kehidupan pendidikan secara praktis dan tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai yang meliputi kecerdasan, nilai-nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama. Hal ini tersimpul di dalam tujuan pendidikan, yakin membawa kepribadian secara sempurna. Pengertian sempurna disini ditentukan oleh masing-masing pribadi, masyarakat, bangsa sesuai situasi dan kondisi.

__________________________
1Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Baya Madya Pratama

BAB III
PENUTUP





A.Kesimpulan
Dalam bidang aksiologi, masalah etika yang mempelajari tentang kebaikan ditinjau dari kesusilaan, sangat prinsip dalam pendidikan. Hal ini terjadi karena kebaikan budi pekerti manusia menjadi sasaran utama pendidikan dan karenanya selalu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan pendidikan.

Pendidikan bukan hanya soal kemajuan otak ataupun pengetahuan kognitif. Pendidikan juga bertujuan juga mengembangkan pribadi anak didik agar menjadi manusia yang utuh dengan segala nilai dan seginya. Oleh karena itu, pendidikan juga dapat mengajari nilai-nilai kehidupan manusia yang dianggap perlu seperti nilai sosialitas, nilai demokrasi, nilai kesamaan, persaudaraan dan lain sebagainya.

Disamping itu pendidikan sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural dan keagamaan tidak dapat lepas dari sistem nilai. Dalam masalah etika dan estetika yang mempelajari tentang hakekat keindahan, juga menjadi sasaran pendidikan, karena keindahan merupakan kebutuhan manusia dan melekat pada setiap makhluk. Di samping itu pendidikan tidak dapat lepas dari sistem nilai keindahan tersebut. Dalam mendidik ada unsur seni, terlihat dalam pengungkapan bahasa, tutur kata dan prilaku yang baik dan indah.

Unsur seni mendidik ini dibangun atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai fakta dan manusia sebagai nilai. Tiap manusia memiliki nilai tertentu sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual, sosial dan bobot moral.

DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Baya Madya Pratama Soemargono dengan judul Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana http://dinulislami.blogspot.com/2009/10/aksiologi.html http://mahmuddin.wordpress.com/2009/10/19/perspektif-aksiologi-penyelenggaraan-pendidikan/

Post a Comment

0 Comments